Kajian Kitab Umdatul Ahkam – 14, Dr. Emha Hasan Ayatullah, M.A

👁️ 1 views   🕒 44 min read   🧑‍💻 5 users online

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Keutamaan Bershalawat dan Menuntut Ilmu

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ Semoga Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ senantiasa melimpahkan berkah pada umur kita dan memberikan kita ilmu yang bermanfaat serta amal yang saleh. Hadis Nabi صلى الله عليه وسلم merupakan peninggalan yang mulia. Seperti kita ketahui bahwa sekalipun dalam periwayatannya tidak sama dengan Al-Qur’an, akan tetapi petunjuk maupun bimbingan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hadis merupakan hal yang disamakan dengan Al-Qur’an. Sehingga ketika seorang akan beramal, dia akan berlandaskan kepada Al-Qur’an dan hadis. Ketika hadis tersebut صحيح (sahih), maka para ulama berhati-hati sekali di dalam meriwayatkan. Mereka tidak berani lancang berbicara terhadap hadis Nabi صلى الله عليه وسلم karena Nabi صلى الله عليه وسلم menyatakan, “مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ” (barang siapa yang berdusta atas nama aku tidak sama dengan kedustaan yang diberikan untuk nama orang lain). Maka para sahabat hati-hati sekali untuk meriwayatkan hadis. Mereka pun perlu meminta penjelasan Apakah betul hadis itu pernah diriwayatkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.

Ini di zaman para sahabat mereka berusaha untuk mencari kebenaran. Apakah hadis itu disampaikan sehingga tujuannya tidak ada orang yang lancang dalam menyampaikan hadis. Dan ini seperti disebutkan tentang kisah yang masyhur ketika Abu Bakar رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ didatangi seorang nenek-nenek yang meminta. Mengatakan, “Saya tidak mendapatkan di dalam Al-Qur’an penjelasan bahwa nenek-nenek dapat warisan, dan saya tidak pernah mendengar Nabi mengatakan bagian untuk sang nenek 1/6.” Maka Abu Bakar رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ mengatakan, “هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَشْهَدُ بِذَلِكَ” (ada yang menjadi saksi bersama engkau bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم menyampaikan itu)? Maka Muhammad Ibnu Maslamah mengatakan, “Iya, aku juga melihat Rasul صلى الله عليه وسلم seperti itu.” Sehingga para ulama mengatakan Abu Bakar menjadi orang pertama yang berhati-hati dalam menerima hadis Nabi صلى الله عليه وسلم. Bukan karena mereka tidak percaya ketika hadis itu disampaikan oleh sahabat yang lain karena para sahabat semuanya عُدُول (udul) terpercaya, agama mereka sudah tidak diragukan. Akan tetapi kehati-hatian itu kita bisa rasakan sekarang manfaatnya ketika orang tidak berani lancang dalam menyampaikan hadis.

Apalagi Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ dalam صحيح البخاري disebutkan bahwa Abu Musa ketakutan. Nabi Musa datang ini ceritakan kita bersama dengan orang-orang Anshar ketika Abu Musa menemui kami dalam keadaan ketakutan. Maka kami bertanya, “Ada apa?” Dia mengatakan, “Umar.” Tapi ternyata Umar enggak keluar-keluar. Maka aku pergi ternyata disusul oleh Umar didatangi. “Mana? Apa yang kamu bikin? Apa yang membuat kamu tidak jadi menemui aku?” Maka dia mengatakan, “اسْتَأْذَنْتُ ثَلَاثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي فَرَجَعْتُ” (Aku sudah minta izin kepada Anda tiga kali, enggak diizinkan ya aku pergi). “Aku mendengar Nabi صلى الله عليه وسلم mengatakan, ‘Apabila salah seorang di antara kalian minta izin tiga kali belum diizinkan, balik’.” Umar itu mendengarkan, “لَتَأْتِيَنَّ عَلَى ذَلِكَ بِبَيِّنَةٍ أَوْ لَأُعَاقِبَنَّكَ” (Demi Allah kamu harus mendatangkan saksi yang menjadi penguat kamu meriwayatkan hadis itu). Maka dia ketakutan datang ke majelis, “Yang jadi saksimu itu anak kecil saja sudah.” Karena hadis ini masyhur para sahabat baik yang dengar. Maka cukup anak kecil saja. Maka tak usah paling kecil di situ, “Sudah aku datang Anda menemui Umar.” “Aku katakan iya aku juga mendengar dari Nabi صلى الله عليه وسلم.” “مَا لَكَ وَأَبَا مُوسَى؟ وَلَا تَزَلْ يَا أَبَا مُوسَى، وَلَا تَزَلْ يَا أَبَا مُوسَى، أَمَا إِنَّكَ لَا تَكُونُ كَاذِبًا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ” (Maka wahai Abu Musa aku tidak menuduh kamu). “وَلَا تَزَلْ يَا أَبَا مُوسَى، أَمَا إِنَّكَ لَا تَكُونُ كَاذِبًا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ” (apalagi بِاللَّهِ صلى الله عليه وسلم akan berani lancang untuk berkata atas nama Nabi صلى الله عليه وسلم). Sehingga Umar ini pengen mendidik orang-orang jangan ada yang macam-macam. Para sahabat saja mereka yang dengar mereka tidak berani macam-macam berbicara tentang hadis.

Maka di antara ungkapan yang dinukil dari para sahabat seperti ketika beliau diminta untuk menyampaikan hadis Nabi صلى الله عليه وسلم beliau katakan, “إِنَّا قَدْ خَبَرْنا أَوْ خَبَّرْنا هَذَا الْعِلْمَ، وَإِنَّهُ يَشْتَدُّ عَلَيْنَا” (Beliau katakan kita sudah tua hafal sudah rampung sementara hadis Nabi صلى الله عليه وسلم keras). Maksudnya bagaimana hadis ini menurut pandangan para sahabat adalah hal yang tidak boleh untuk dijadikan mainan. Maka kita sebagai penuntut ilmu kita memiliki tugas yang mulia untuk mempelajari hadis dan untuk menyampaikan agar orang-orang di luar sana tidak segampang itu menganggap hadis itu tidak penting. Bahkan kalau seandainya ayat saja ayat Al-Qur’an mereka kritisi, maka mereka dengan gampangnya mengatakan hadis itu صحيح atau enggak, terserah saja. Bahkan kalau perlu kita tidak perlu menjadikan hadis sebagai sumber hukum. Ini kelancangan yang berbahaya sekali. Kalau para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم mereka tidak berani mengeraskan suara di masjid sudah meninggal tapi mereka masih istirahat dengan ayat, “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ” (wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengangkat suara kalian di atas suara Nabi صلى الله عليه وسلم). Ketika ada orang sedang berdebat suara keras di Masjid Nabawi ngamuk, “Kalian dari mana kalian berdua dari mana? Sekarang kami datang sebagai pendatang dari الطَّائِفِ.” “Kalau kalian dari Penduduk Madinah.” Dan ini penghargaan, penghormatan mereka terhadap Nabi صلى الله عليه وسلم setelah meninggalnya. Ketika mereka bersama Nabi صلى الله عليه وسلم masih hidup kemudian setelah meninggal, maka mereka junjung tinggi sunahnya, hadis-hadisnya صلى الله عليه وسلم. Dan ini membuat ilmu itu berkah sampai sekarang kita rasakan.

Dan orang yang akan menjunjung tinggi, memperjuangkan hadis Nabi صلى الله عليه وسلم akan ada sampai hari kiamat. Siapakah mereka? Merekalah yang Allah muliakan. Dan kita ingin menjadi bagian dari mereka. Akan tetapi itu membutuhkan keseriusan, keikhlasan, dan tekad yang kuat. طَلَبُ الْعِلْمِ (tholabul ilmi) harus perlu mengorbankan. “لَا يُنَالُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجَسَدِ” (tidak akan didapatkan ilmu dengan kenyamanan badan). Hadis yang akan kita pelajari dua hadis saja malam hari ini اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ. Dan hadis ini merupakan pembahasan yang kita katakan jarang dilakukan oleh kaum muslimin. Bukan hanya itu, hadis ini sebagaimana merupakan ajaran Nabi صلى الله عليه وسلم. Bahkan kata Ibnu اَلْقَيِّمِ (al-Qayyim) رَحِمَهُ اللَّهُ ketika beliau membahas tentang hadis tentang pembahasan ini, beliau mengatakan ini menjadi شِعَارُ (syiar) pembahasan ini menjadi lambang dan simbol أَهْلُ السُّنَّةِ yang berbeda dari orang lain. Pembahasan Apa itu? Pembahasan tentang اَلْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ (Al-Masih ‘ala Al-Khuffain). Kenapa demikian? Karena Syiah menolak hadis ini. Mereka tidak meyakini adanya syariat seperti ini. Jangankan menerima syariat ini, mereka pun tidak menerima hadis-hadis أَهْلُ السُّنَّةِ. Bahkan mereka memiliki hadis-hadis yang diriwayatkan sendiri oleh imam-imamnya. Akan tetapi ketika perbedaan itu muncul dan pernah menjadi suatu yang runcing, maka para ulama pun menjelaskan itu. Perlu menjelaskan bahwa ini menjadi salah satu simbol dan lambang أَهْلُ السُّنَّةِ dari yang lain.

Sayangnya di musim seperti ini, di hari-hari ini banyak kaum muslimin أَهْلُ السُّنَّةِ enggak mengerti sehingga kalau Anda dalam kondisi perjalanan safar lalu Anda berhenti naik bis, kereta, pesawat, berhenti, kemudian tidak lepas kaos kaki Anda usap. Saya yakin Anda akan dilihat orang. Sudah bilang foto saja, “Sudah saya mau ajari Anda.” Tapi maksudnya memang kebanyakan orang tidak mengerti seperti itu ya. Atau mungkin ada orang prakteknya salah dia tidak bedakan antara mengusap dengan mencuci. Kaos kakinya dicuci. Kalau mau cuci-cuci kaos kaki jangan di sini. Artinya pembahasan ini adalah pembahasan yang penting ketika kebanyakan kaum muslimin tidak tahu. Dan para ulama mengatakan ketika kaum muslimin tidak mengetahui sebuah permasalahan maka pembahasan itu perlu banyak dibahas sehingga mereka mengusap.


Aturan Mengusap Khuffain (Alas Kaki)

Dua alas kaki dikatakan alas kaki karena memang digunakan. Para ulama mereka berbeda pendapat apa yang boleh diusap. Hukum asalnya alas kaki ini terbuat dari bahan yang tebal dari kulit atau sejenisnya sehingga sebagian ulama mengatakan kalau tidak boleh karena alasannya tebal. Akan tetapi وَاللَّهُ أَعْلَمُ pendapat yang kuat bukan karena ketebalannya, akan tetapi karena menutupnya. Hukum asal atau alasan kenapa اَلْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ atau mengusap dua alas kaki diizinkan agar kita mendapat رُخْصَة (rukhsah) dan keringanan. Keringanannya apa? Agar kita tidak ribet untuk melepas. Dan ini akan kita rasakan untuk para pengguna alas kaki yang memang jarang melepas. Kalau kita اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ di sini kondisi aman artinya dari sisi hawa, dari sisi cuaca kita tidak perlu untuk menggunakan kaos kaki terus-menerus. Akan tetapi di beberapa negara yang cuaca dinginnya ekstrem mungkin mereka perlu dan mereka melaksanakan itu. Mereka menggunakan alas kaki tidak dibuka-buka kecuali hanya untuk kondisi darurat. Setelah itu mereka pakai lagi. Ini menunjukkan keringanan dalam syariat.

Sehingga ketika alasannya adalah keringanan, maka alasan untuk tertutupnya kaki itu lebih kuat daripada sekadar bentuk dan bahan alas kaki. Sehingga alas kaki ini bisa juga mencakup kaos kaki atau yang sejenisnya. Kemudian para ulama juga mengatakan bahwa di antara syaratnya adalah menutup mata kaki. Kalau seandainya tidak menutup mata kaki akan tetapi terbuka, maka copot saja sudah ya. Sandal, selop, belakangnya bukaan. Apa susahnya mencopot? Mungkin dipaku sama kakinya begitu. Kalau memang tidak susah copot saja wudu. Akan tetapi apabila dia susah untuk dilepas seperti orang yang menggunakan خُفّ (khuff) itu ya pakaian semacam sepatu terbuat dari kulit dan dipakai sampai sekarang masih ada orang yang pakai seperti itu. Nah mereka pakai sampai di atas mata kaki. Nah ini boleh mereka mengusap di alas kaki sepatu atau خُفّ itu sebagaimana boleh seorang menggunakan kaos kaki untuk alas kaki yang diusap.


Hadis tentang Mengusap Khuffain dalam Perjalanan

Hadis yang pertama adalah hadis Mughirah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ tentang Nabi صلى الله عليه وسلم dalam perjalanan. Dalam riwayat yang صحيح disebutkan perjalanan ini adalah perjalanan perang dan perangnya Perang Tabuk. Itu يَدِي dalam beberapa naskah disebutkan arti dari اَلْإِخْوَاءُ itu artinya مَدُّ يَدِي (maddu yadi) aku menjulurkan tanganku. Tapi di antara artinya juga اَلْإِخْوَاءُ adalah اَلْإِمَالَةُ (al-imalah) artinya memiringkan badan atau membungkukkan. Maka aku bungkukkan badanku untuk melepaskan alas kaki. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “دَعْهُمَا فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ” (ini biarkan tidak usah dilepas karena aku tadi ketika memakai dua alas kaki ini aku masukkan kakiku dalam keadaan suci). Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengusap di atas dua alas kaki. Hadis ini masyhur sekali dan diriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Beliau adalah salah seorang sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم yang dikenal orang yang cerdas. Beliau belakangan masuk Islam disebutkan dalam biografinya beliau baru masuk Islam setelah kejadian berarti tinggal tersisa 4 tahun dari wafat Nabi صلى الله عليه وسلم. Semangat sampai berjihad bersama Nabi صلى الله عليه وسلم sampai berjihad dengan para خُلَفَاءَ (khulafa’) setelahnya. Termasuk beliau orang yang hati-hati sehingga ketika di zaman khalifah Ali رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ beliau tidak ikut berperang ketika terjadi dua pasukan yang bertemu. Beliau khawatir, “Jangan sampai aku salah dalam menentukan اِجْتِهَاد.” Akhirnya beliau tidak mau ikut perang. Begitu ada kesempatan perdamaian beliau datang. Beliau ingin menjadi penengah dalam agama lain atau dua utusan yang akan mendamaikan dua kubu. Setelah itu beliau membaiat Muawiyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ketika beliau sudah menjadi khalifah.

Dan dikenal sebagai دُهَاةُ الْعَرَبِ (duhatul Arab) itu artinya orang yang cerdas. Kalau dikerjain bisa jawab. Bahkan disebutkan di dalam biografinya beliau dikatakan bahwa tidak menemui sebuah kasus kecuali beliau akan segera dapat jalan keluar saking cerdasnya. Suatu saat ini diceritakan dalam biografi beliau dalam Islam menceritakan tentang biografi para sahabat. Beliau ini dijadikan salah satu gubernurnya Umar di daerah Al-Bahrain. Bahrain itu bukan negara Bahrain sekarang. Bahrain zaman dulu disebutkan pada karya para ulama, Bahrain ini adalah wilayah-wilayah Teluk termasuk Arab Saudi daerah apa namanya yang sekarang daerah Timur Saudi terus sampai ke daerah Teluk kemudian sampai Iran sampai Irak Basrah dan segalanya. Jadi luas sekali dijadikan sebagai gubernurnya. Penduduknya [Musik] ketakutan mereka bosan dengan beliau tegas atau karena beliau sebagainya. Akhirnya mereka mengeluhkan kepada Umar. Akhirnya Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ melepas, mencopot dengan ganti orang lain. Tapi mereka khawatir, “Jangan-jangan Umar nanti setelah tahu kondisi dikembalikan lagi.” Akhirnya mereka tuduh. Caranya bagaimana? Mereka kumpulkan 100.000 Dinar atau Dirham. Mereka titipkan kepada salah seorang pedagang. Tujuannya untuk mengecoh Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, “Gubernurmu ini penghianat.” Jadi tuduhan korupsi itu sudah ada sejak zaman dulu ya. Kalau orang mau dijatuhkan harga dirinya hancurkan lewat uang. “Ini orang ini khianat.” Ini gaya-gaya lama kan. Maka ketika datang diutuslah bersama diskon itu artinya salah seorang pedagang diutus membawa 100.000 Dinar atau Dirham. Umar Bin Khattab dikatakan bahwa khianat dalam memiliki uang ini dan dia titipkan uang 100.000 ini kepada saya.

هَذَا مَالُ خِيَانَتِهِ” (uang khianatan dia dititipkan ke saya). Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ panggil sekarang, “Ini saya enggak khianat, 100.000 saya lebih kaget lagi.” Kata Muhammad mengatakan, “Kenapa kamu berbohong kayak gitu?” “Dia pengen nuduh saya, saya pengen apa hinakan dia.” Akhirnya dia cerdasnya dia. Bahkan dia pernah cerita ini di antara kecerdasan beliau. Beliau katakan, “أَنَا أَوَّلُ مَنْ أَقْدَمَ رَشْوَةً فِي الْإِسْلَامِ” (Saya adalah orang pertama yang menyuap di dalam Islam). Dia Ceritakan saya ketemu dengan pengawalnya Umar Bin Khattab namanya Yarfa. Ini salah satu pengawal pribadinya Umar. Dia yang jaga rumahnya Umar Bin Khattab. Umar tapi di depan rumahnya ada orang yang jaga jaga rumahnya artinya tidak punya pengawal tapi rumahnya dijaga biasa. Maka Kata dia kata aku sogok dia dengan pakaianku saja. “Anaknya aku masih punya banyak عِمَامَة (imamah) nih kamu silakan pakai saja.” Karena dia dikasih عِمَامَة senang dia ngobrol dipersilakan. “Anda di bagian dalam rumah itu belum diizinkan oleh Umar tapi aku sudah diizinkan untuk masuk ke bagian dalam pintu masuk rumahnya.” Sehingga ketika ada orang lewat mereka menyangka bahwa Mughirah ini orang dekatnya Umar sehingga mereka enggak berani macam-macam sama Mughirah. Padahal gara-gara apa? Gara-gara عِمَامَة yang dikasihkan ke penjaganya tadi itu. Ini di antara yang beliau memang cerdas sehingga dikatakan salah seorang muridnya صَاحِبُ الْمُغِيرَةِ (sahibul Mughirah). “Aku pernah menjadi kawan Mughirah Ibnu Syu’bah dia ini saking cerdasnya kalau seandainya dalam satu kota ada 8 pintu, pintu masuk pintu gerbang untuk melewati satu saja orang harus betul-betul punya skenario dan punya taktik biar selamat ini bakal bisa keluar masuk ke semua pintu ini bebas karena hebatnya dia dalam berpikir.” Yang jelas beliau ini tidak main-main dalam meriwayatkan hadis Nabi صلى الله عليه وسلم. Maka tadi beliau meriwayatkan hadis tentang warisan. Kemudian beliau meriwayatkan hadis juga tentang beliau termasuk orang yang berusaha untuk membantu dan berkhidmat kepada Rasul صلى الله عليه وسلم. Dalam riwayat ini beliau katakan untuk صلى الله عليه وسلم, “كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ” (aku bersama Nabi صلى الله عليه وسلم dalam sebuah perjalanan).


Adab Buang Hajat dan Bersuci dengan Air

Kita sebutkan tadi bahwa di antara riwayat yang ada dalam صحيح البخاري bahwa perjalanan ini terjadi pada Perang Tabuk. Kemudian di dalam hadis ini juga diceritakan di sini cuma dikisahkan apa yang menjadi pembahasan akan tetapi hadisnya sebenarnya agak panjang. Beliau ingin buang hajat maka beliau mengambil air yang ditaruh di tempat itu. Dan طَلَبَ حَتَّى وَرَأَيْتُهُ (talab hatta warā’aytuhu) maka beliau ketika akan buang hajat beliau mencari tempat sampai enggak kelihatan sama aku, enggak kelihatan baru beliau buang hajat. Sehingga dalam riwayat itu ditunjukkan bahwa ada perintah untuk menutup aurat pada saat seseorang ingin buang hajat sebagaimana seseorang ketika akan buang hajat dan tidak punya kamar mandi maka dia dianjurkan untuk menjauh dari kaum muslimin sehingga dia bisa menjaga auratnya tidak menyakiti kaum muslimin. Dan ini menjadi kebiasaan Nabi صلى الله عليه وسلم. Dalam riwayat yang lain ini hajar beliau ketika menyebutkan satu Hadis beliau terbiasa menggabung riwayat-riwayat itu. Di antara yang beliau nukil hadis ini diriwayatkan dari Mughirah dari Siti. Yang meriwayatkan dari hadis ini sampai 60 orang sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa pembahasan اَلْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ mengusap alas kaki menjadi pembahasan yang مُتَوَاتِر. Menjadi pembahasan yang banyak diriwayatkan sehingga tidak perlu diingkari ketika hadir sudah dikatakan مُتَوَاتِر kuat sudah. Dan tadi kita sudah sebutkan bahwa pembahasan ini menjadi شِعَار (syiar) menjadi simbol dan lambang أَهْلُ السُّنَّةِ dari selain mereka.

Maka di antara jalurnya ini disebutkan bahwa memang diminta oleh Nabi صلى الله عليه وسلم untuk menyediakan air. Akhirnya Al-Mughni mengambil air dari seorang wanita. “Aku ambil dari wanita itu dia kemudian menuangkan air itu untuk aku dan aku akan berikan kepada Rasul صلى الله عليه وسلم.” Ketika aku ceritakan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم beliau katakan, “Tanya kepada wanita itu, ‘Apakah wanita itu sudah menyamak bejana yang dia pakai untuk menyimpan air itu?'” Bejana di zaman itu kebanyakan dibuat dari kulit, dari kulit hewan. Kulit itu ketika dipisahkan dari dagingnya masih ada lengket-lengketnya. Maka orang-orang yang terbiasa mengatur dan mengurus itu Anda enggak ahli, Anda tugaskan orang-orang saja. “Saya pengen ahli tapi kalau Anda korbankan belajar Anda untuk jadi ahli seperti itu rugi.” Yang sebagian orang alasannya begini, “Saya enggak pengen bebannya orang lain. Saya punya pengalaman yang banyak biar saya bisa terjun di semua ini.” Betul. Tapi kalau Anda korbankan belajar Anda ini mengorbankan modal yang lebih besar. Tapi yang jelas banyak orang-orang yang punya pengalaman berbeda-beda termasuk dalam menyamak. Ini ada yang dipasang dengan garam ada yang dipasang dengan bahan tertentu yang jelas نُزُوجًا (nuzujan) atau kelengketan kotor bau itu semua akan hilang sehingga bersih. Dan dalam syariat daging apa namanya kulit hewan yang dagingnya boleh dimakan apabila disamak kulitnya maka boleh dipakai untuk hal yang kita butuhkan menjadi suci itu. Tapi kalau seandainya kulit dari hewan yang kita ambil itu adalah kulit hewan buas yang tidak boleh dimakan daging Apakah disamak itu membuat kulit itu suci atau tidak? Tapi yang jelas Nabi صلى الله عليه وسلم bertanya ini tadi airnya dituangkan dari tempat yang sudah bisa atau belum? Sudah sama tempat itu. Ini menunjukkan bahwa ada anjuran untuk menyamak kulit yang akan dijadikan sebagai wadah air atau wadah yang lainnya.

Baik. Kemudian disebutkan pula akhirnya Nabi صلى الله عليه وسلم berwudu menggunakan air itu. Maka sebagian ulama mengambil kesimpulan dan pelajaran adanya sunah untuk menjaga kesucian, menjaga wudu. Karena Nabi صلى الله عليه وسلم ketika memakai air itu, air itu tidak dipakai untuk cebok. Hajar air itu tidak dipakai untuk cebok akan tetapi dipakai untuk berwudhu sedangkan ceboknya menggunakan batu. Maka Hajar di sini bisa disimpulkan bagaimana Rasul صلى الله عليه وسلم berusaha untuk menjaga wudhunya sekalipun belum akan melaksanakan salat dan beliau sudah selesai اِسْتِنْجَاء (istinja). Ini ada syariat مُسْتَحَبّ (mustahab) seorang menjaga hajat. Ini ada pelajaran ketika orang menggunakan pakaian yang agak ringkas dalam safar itu akan dia akan lebih mudah untuk beraktivitas. Ketika safar menggunakan pakaian yang agak ringkas bukan sempit-sempit begitu tidak. Akan tetapi ringkas daripada kita safar menggunakan pakaian yang ribet ya gede gitu naik pesawat memang sebentar pengen ke kamar mandi ke toilet ribet sekali ini gimana takut kena najis apa gitu apalagi kalau naik bis itu kalah kamar mandi susah sekali. Maka ini pelajaran yang barangkali tidak kebayang. Tapi Hajar mengambil pelajaran ketika orang safar menggunakan pakaian yang agak ringkas. Tidak menggunakan pakaian yang kelebaran sehingga susah dalam beraktivitas.


Adab Membantu Ulama dan Syarat Mengusap Khuffain

Kemudian di dalam hadis ini juga disebutkan adanya anjuran untuk membantu orang-orang yang mulia sebagaimana para sahabat melakukan Anas bin Malik رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Kemudian beliau sampai menyediakan sandalnya, kemudian siwaknya seperti Bapak riwayat yang lalu kita sebutkan pernah demikian pula. Sehingga ini dijadikan oleh bentuk berkhidmat kepada orang-orang yang berilmu. Kata beliau, kemudian dalam riwayat juga disebutkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyatakan, “دَعْهُمَا فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ” (beliau mengatakan biarkan tidak usah dilepas dari kakiku karena aku tadi memakaikan kaki ini dalam keadaan suci). Disebutkan di sini مَرْفُوع (marfu’). Kemudian dalam riwayat Abu Dawud عَلَيْهِ السَّلَام beliau katakan ini lebih menafsirkan. Maksudnya yang aku masukkan dua kaki aku masukkan kemana kedua alas kaki dalam keadaan suci. Berarti para ulama mengatakan bahwa di antara syarat seseorang boleh untuk mengusap alas kaki adalah ketika dia menggunakan alas kaki tersebut sudah dalam keadaan suci atau syaratnya kalau belum suci maka tidak boleh seorang berwudu kemudian mengusap alas kakinya. Akan tetapi dia ketika memakai alas kaki harus suci terlebih dahulu.

Dan dua-duanya meskipun dua-duanya. Maksudnya bagaimana? Apakah dua-duanya suci dulu baru pakai atau satu disucikan pakai kanan yang kiri disucikan baru pakai yang kiri? وَاللَّهُ أَعْلَمُ hati-hati saja. Tapi yang jelas para ulama mengatakan tadi bahwasannya syarat untuk اَلْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ yang pertama adalah dia harus menutup dua mata kaki. Yang kedua ini kita sebutkan bahwa ketika kita pakai alas kaki itu harus dalam kondisi kaki kita sudah suci ini maksudnya apa. Mengatakan yang dimaksudkan suci adalah berwudu secara sempurna. Berwudu secara sempurna bukan yang dimaksud suci dari najis tapi dari hadas. Dan hadas itu maksudnya hadas kecil karena hadas besar seseorang tidak boleh mengusap alas kaki akan tetapi dia lepas mandi dia. Dalam riwayat sahabat yang lain dengan sanad yang صحيح Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyatakan, “وَلَكِنْ نَمْسَحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ إِذَا كُنَّا سَفَرًا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهَا، وَلِلْمُقِيمِ يَوْمًا وَلَيْلَةً” (amalan Rasulullah صلى الله عليه وسلم perintahkan kita untuk kita tidak perlu melepas alas kaki kita dalam kondisi safar boleh 3 hari 3 malam).

Selama kita masih punya hadas kecil saja. Kalau hadas besar harus dilepas. Tapi yang dimaksudkan kita boleh mengusap alas kaki pada saat kita hanya terkena hadas kecil saja seperti kita habis buang air besar, buang air kecil atau tidur. Ini menunjukkan bahwa tidur juga membatalkan wudu sekalipun itu juga خِلَاف (khilaf) di antara ulama tidur apa yang membuat orang sampai batal wudunya. Ya tidur di kelas itu bagaimana batal atau tidak tergantung tidurnya. Sebagian orang dari awal sampai akhir enggak ngerti dia pelajarannya harus suruh baca buku baru dia bangun. Yang jelas kalau seandainya seseorang terkena hadas besar maka dia lepas dari apa namanya alas kakinya.


Hukum Mengusap Khuffain: Perbedaan Pendapat dan Hikmah

Baik, kemudian sebagian ulama seperti Daud mereka menyelisihi jumhur seperti sudah biasa mereka katakan. Dikatakan طَاهِر (tahir) di sini artinya tidak najis. Kalau seandainya ada orang kakinya terkena najis maka dia tidak boleh mengusap alas kaki kalau dia ada najisnya. Tapi kalau tidak ada najisnya maka ketika dia pakai alas kaki kemudian dia ingin wudu langsung tidak apa-apa sekalipun ketika dia pakai alas kakinya dia belum wudu. Tapi ini hanya Daud وَاللَّهُ أَعْلَمُ ini dan yang menyepakati saja. Sedangkan جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ mereka mengatakan bahwasanya seseorang tidak boleh mengusap alas kaki sampai ketika dia pakai alas kaki itu dia dalam keadaan sudah wudu sebelumnya. Dan ini dipahami dari hadis Mughirah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ dan إِنْ شَاءَ اللَّهُ yang رَاجِح (rajih) إِنْ شَاءَ اللَّهُ yang رَاجِح.

Kemudian di hadis ini disebutkan bahwa tadi kita sebutkan syaratnya dia harus menutupi mata kaki. Kemudian yang kedua dia harus dipakai sebelumnya dalam keadaan sudah berwudu secara sempurna. Kemudian yang ketiga adalah waktunya tidak boleh lebih dari yang diberikan keringanan syariat. Ketika seseorang ingin mengusap dan dia dalam kondisi safar dia boleh mengusap tiga hari tiga malam. Sedangkan ketika dia sedang berdomisili tinggal di kotanya maka dia hanya memiliki kesempatan sehari semalam. Dan ini disebutkan dalam صحيح مسلم aku menemui Aisyah bertanya kepada beliau tentang hukum mengusap alas kaki. Maka beliau katakan عَلَيْنَا أَبِي طَالِبٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (kami punya Abi Thalib Rasulullah صلى الله عليه وسلم). Dan meriwayatkan tentang pembahasan ini wajib maka aku datang ke Ali Bin Abi Thalib رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberi waktu tenggang untuk orang yang safar ingin mengusap alas kaki sejatah maksimalnya 3 hari 3 malam. Sedangkan orang yang tidak safar ketika dia ingin mengusap alas kaki jatah maksimal dia satu hari satu malam. رَحِمَهُ اللَّهُ bahwa waktu itu dimulai dari kapan. Ada dua pendapat. Jadi satu hari satu malam dihitung dari kapan? Kalau hotel itu enggak 24 jam. Hotel itu masuknya jam 11 keluarnya harus ya satu berarti enggak 24 jam itu sedikit rugi dia kita. Nah tapi kalau dalam اَلْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ ini dia lengkap sehari semalam tapi mulainya saja berbeda. Sebagian ulama mengatakan dimulai sejak batal. Pendapat kedua mengatakan dimulai sejak bersuci dari batal. Contohnya misalkan saya mau ngantor di rumah saya wudu secara sempurna. Kemudian saya pakai kaos kaki.

Kaos kaki sudah selesai kan kalau saya ini Anda pakai dalam kondisi sudah wudu sempurna. Kemudian ini juga menutup mata kaki ketika berangkat ke kantor batal wudhunya di waktu Dhuha. Menurut pendapat pertama, nah dari waktu Dhuha jam 8 misalkan sudah dihitung ini awal untuk sehari semalam. Berarti saya punya jatah untuk menggunakan kaos kaki ini sambil saya usap ketika saya berwudu tanpa melepasnya sampai besok jam 8. Menurut pendapat kedua saya batal jam 8 tapi saya enggak mau wudu. Saya nanti wudunya menjelang salat Zuhur. Salat Zuhur panjang jam 12.30 sudah dimulai jadi setengah satu. Berarti sehari semalam sampai besok setengah satu lagi. Ini kalau yang satu hari kalau 3 hari ya sudah seperti itu caranya ya. Akan terasa sekali saya katakan kepada Anda kalau kita dalam kondisi dingin sekali kadang kita sampai seperti itu. Teman-teman mahasiswa itu bahkan kita dalam rumah saja ingin sekali enggak copot itu dapur ke toko salat kita pakai kaos tangan karena memang kita butuhkan sekali. Bisa jadi di daerah kita dibutuhkan pada saat seorang sakit. Seorang sakit kemudian dia demam misalkan.

Mau masuk kamar mandi ya agak bingung kamar mandi dia pakai sandal tapi kaos kakinya tidak perlu dilepas kalau mau wudu dia pakai wastafel maka ini mungkin sekali ini mungkin sekali. Dia wudu ketika giliran kaki dia tinggal usapkan. Para ulama mengatakan bahwa jatah yang diusap atau bagian yang diusap ini tidak perlu semuanya akan tetapi dan sekali saja sudah cukup tidak perlu diulang-ulang. Sunahnya tiga kali apalagi diusap semuanya ya nanti jadi apa namanya sudah cuci sekalian kalau mau mau bersih. Akan tetapi orang yang pengen mengusap dia mengusap sekali saja. Kemudian yang diusap atasnya bukan bawahnya. Ini yang menunjukkan bagaimana di antara bentuk ketundukan dalam sunah tidak bisa diukur dengan rasio atau dengan akal. Pernyataan yang terang sekali dari Ali Bin Abi Thalib رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا, “Kalau seandainya agama ini dibangun di atas otak akal manusia, maka niscaya dalam urusan yang bagian bawah lebih berhak untuk diusap daripada atasnya. Tapi karena bukan itu ya syariat ada aturannya sendiri.”


Melepas Khuffain Setelah Diusap

Kemudian terakhir di antara faedah pentingnya adalah ketika seseorang mengusap alas kaki tapi setelah itu dilepas alas kakinya. Dilepas dia kuliah ingin mempraktikkan adatnya para ulama dalam belajar hadis karena tidak mau masuk pelajaran hadis kecuali dalam kondisi berwudu. Batal enggak mau lepas alas kaki. Akhirnya sampai sini pengen salat dilepas kaos kakinya. Baik. Apakah wudu yang menggunakan اَلْمَسْحُ atau mengusap tadi menjadi batal? Ada tiga pendapat yang dimiliki para ulama. Pendapat pertama mereka mengatakan dia batal dan harus mengulang wudu secara sempurna. Karena wudu yang pertama dia lakukan dengannya dia kesulitan untuk melepas sedangkan Sekarang dia sudah lepas untuk apa diambil رُخْصَة lagi. Butuh lagi. Ini pendapat pertama dan tepat untuk kita pakai beribadah dengan masa ini sudah tidak ada lagi. Maka sudah saatnya kita berpindah ke hukum asalnya yaitu untuk menggunakan air di kaki.

Pendapat kedua mengatakan tidak karena yang belum tercuci hanya kaki. Maka ketika kita lepas alas kaki maka kita tinggal nambahi cuci kaki saja. Sudah kita cuci semuanya sekarang giliran kaki Ya sudah kakinya saja yang belum dibasuh maka dicuci. Pendapat ketiga mengatakan tidak ada perintah untuk mengulangi. Kenapa? Karena ketika kita berwudu waktu itu kita menggunakan alas kaki. Ketika kita menggunakan alas kaki syariat kita membolehkan untuk mengusap maka ini sudah sempurna. Seperti kita ketika tidak menggunakan alas kaki kita cuci. Kalau tidak ada laki-laki syariat kita kita laksanakan mencuci ketika ada alas kaki kita laksanakan juga syariatnya. Maka tidak ada alasan untuk mengulang lagi karena itu sudah sah yang pertama hanya memang kita tidak mencuci. Kenapa? Karena pada saat pertama kita dalam kondisi tidak mungkin mencuci alas kaki gitu. Kemudian menggunakan alasan pula terutama yang fikir-fikir ini مَا شَاءَ اللَّهُ ya jadi alasannya menarik sekali. Enggak ada dalilnya semua ini. Tapi kita ingin melihat bagaimana para ulama mereka mengambil kesimpulan. Baik mereka punya alasan ini sama dikiaskan dengan orang yang bodoh ya. Usap kepalanya. Setelah dia usap kepalanya dia mau ke masjid mampir ke tukang cukur dicukurnya itu rambut sampai gundul. Apakah dia harus mengulang kutunya? Tidak. Para ulama yang mengatakan demikian berarti ketika dia menggunakan alas kaki dia lepas saja. Tapi ketika dalam kondisi seperti ini orang mengambil pendapat yang hati-hati lebih aman ketika kita mencuci atau mengulang wudu maka tidak ada menyalahkan kita sama sekali. Tapi kalau kita mengatakan Ada pendapat yang mengatakan demikian kita masih ada kemungkinan disalahkan maka kita ambil yang paling aman ini yang dikatakan keluar dari خِلَاف (khilaf) enggak ada خِلَاف. Artinya kita mengambil pendapat yang paling hati-hati paling aman yang tidak disalahkan oleh semua pendapat. [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik]


Hukum Tertib dalam Wudu dan Kedudukan Hadis Jarir

Ini beberapa pelajaran dari hadis Mughirah Ibnu tadi juga disebutkan di antara pelajarannya adalah dalam masalah memasukkan dua kaki dalam keadaan suci. Kalau seandainya yang suci adalah salah satunya apalagi seandainya seseorang mencuci kaki sebelum mencuci anggota wudu lainnya agar dia bisa cepat-cepat pakai. Nah sebagian orang mengatakan yang penting ketika masuk kakinya ke dalam sepatu atau alas kaki masuk dalam keadaan suci. “Saya pengen cepat-cepat.” Maka dia wudu tapi yang didahulukan kakinya biar dia segera bisa makai alas kakinya. Maka menurut mazhab ulama yang mengatakan dan yang lebih hati-hati bahwa wudu harus tertib harus urut maka yang seperti tidak boleh. Termasuk bahkan ketika seseorang mencuci kaki kanan yang kaki kiri Belum tapi langsung dia pakai kaos kakinya baru dia cuci yang kiri kemudian dia pakai kaos kaki kiri. Nah ini menurut sebagian ulama tidak sah dia harus menyelesaikan dua-duanya lebih dahulu. Termasuk di antaranya adalah wudhunya harus urut sempurna dari atas sampai bawah baru setelah itu dia pakai alas kaki. Kalau seandainya didahulukan kakinya baru setelah itu kembali ke muka tidak boleh.

Kemudian sebagian ulama mengatakan bahwa syariat untuk mengusap alas kaki sudah dihapus dengan ayat yang menunjukkan syariat wudu atau disambungkan ke Hei dia pun itu kan dicuci kaki dicuci juga enggak ada syarat untuk مَسْح (masah) itu itu masa dulu itu. Tetapi ada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Jarir Ibnu Abdillah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Beliau mengatakan, “رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ” (Aku melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم buang air kecil Kemudian beliau wudu dan dalam wudhunya itu beliau mengusap alas kakinya). Ini yang meriwayatkan adalah Jarir. Kata Ibrahim mereka para murid-muridnya Abdullah senang sekali meriwayatkan hadis ini karena masuk Islam, masuk Islam beliau belakangan terang beliau masuk Islamnya setelah ayat Al-Maidah diturunkan. Kok beliau cerita, “Aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم mengusap alas alas kaki,” berarti itu tidak masuk dengan ayat tadi karena cerita ini lebih belakang daripada surat Al-Maidah yang berkaitan dengan anjuran wudu. Nah ini kita lihat bagaimana para ulama mereka ketika ingin memilih pendapat yang benar mereka bahagia sekali mendapatkan dalil yang kuat karena memang itu ya disyariatkan. Artinya ketika mereka akan mencari pendapat yang رَاجِح mereka cari pendapat yang sesuai dengan dalil bukan mencari dalil yang sesuai dengan pendapat. Dan ini jangan sampai dijadikan kebiasaan. “Saya sudah punya pendapat seperti ini perlu saya cari penelitian yang membenarkan pendapat saya.” Kalau kita aman dari penguji, aman dari masyarakat belum tentu aman dari malaikat.


Adab Buang Hajat di Tempat Terbuka

Kemudian ini di antara pelajaran dari hadis yang pertama. Hadis yang kedua sedikit saja disebutkan oleh Hudzaifah Ibnul Yaman رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا. Kita sudah sebutkan biografi beliau pada kesempatan yang lalu صَاحِبُ السِّرِّ orang yang menyembunyikan atau menyimpan rahasia Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Beliau katakan, “كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَزِقَّةِ الْمَدِينَةِ” (kami bersama atau aku bersama Nabi صلى الله عليه وسلم dalam beberapa riwayat dikatakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertemu dengan kami di sebagian lorong di kota Madinah). Berarti kejadian ini tidak dalam kondisi safar. Kalau hadis yang pertama tadi dalam kondisi safar di perang Tabuk. Akan tetapi ternyata syariat اَلْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ mengusap alas kaki ini berlaku juga untuk orang yang tidak safar. Di sini kalau yang tadi yang pertama justru menunjukkan pula bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم sekalipun dalam kondisi safar beliau tetap perhatian untuk menyempurnakan wudhunya. Beliau tetap berusaha agar bagian-bagian wudu terkena semua airnya kecuali اَلْمَسْحُ maka cukup menggunakan usap tapi semuanya tetap dibasuh. Nah dalam hadis yang kedua ditunjukkan bahwa mengusap alas kaki juga berlaku sekalipun seorang tidak dalam kondisi safar.

Beliau mengatakan, “بَالَ قَائِمًا” (buang air kecil Kemudian beliau wudu kemudian beliau membasuh atau mengusap dua alas kakinya). Hadis ini sebenarnya panjang. Ini kan disebutkan dalam عُمْدَةُ الْأَحْكَامِ. Dalam عُمْدَةُ الْأَحْكَامِ itu adalah Hadis yang mengumpulkan riwayat Bukhari dan Muslim. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan mestinya harus dijelaskan ini bahwa riwayat pemasangan ini hanya disebutkan oleh Imam Muslim saja. Hadis ini memang panjang aslinya disebutkan juga dalam صحيح البخاري. Rasulullah صلى الله عليه وسلم keluar. Kemudian beliau atau ada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ datang ke tempat sampah ke tempat sampahnya sebagian kabilah. Beliau kencing sambil berdiri. Maka beliau minta agar mengambilkan atau beliau meminta kepada agar aku mengambilkan beliau air. Maka aku datang membawa air. Kemudian beliau membasuh atau mengusap dua alas kakinya. Nah alas kaki ini tidak disebutkan hanya disebutkan dalam tambahan Imam Muslim katakan mestinya صَاحِبُ الْعُمْدَةِ menjelaskan bahwa ini hanya riwayat Muslim saja. Tapi tadi tambahan yang pertama menunjukkan dibolehkan seorang kencing berdiri karena Nabi صلى الله عليه وسلم ke tempat sampah sebagian kaum lalu.

Beliau yang lebih أَفْضَلُ yang lebih menuntaskan najis keluar sehingga hadis ini menunjukkan dibolehkan. Akan tetapi hukum asalnya Ketika seseorang buang hajat atau buang air maksudnya buang air kecil maka hendaklah dia memperhatikan, memperhatikan agar najis itu tuntas tidak tersisa apalagi sampai terkena pakaiannya. Kenapa kok ke tempat sampah? Para ulama menyebutkan karena tempat sampah itu tempat untuk membuang kotoran-kotoran tidak didekati oleh orang. Dan biasanya tanahnya lembut sehingga ketika terkena air tidak berbalik. Itu alasannya kenapa Nabi صلى الله عليه وسلم buang air di tempat yang seperti ini. طَيِّبٌ, kenapa beliau uang air di tempat sampahnya sebagian kaum kan ini menzalimi. Tapi kata اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ tempat sampahnya kaum itu ini tidak menunjukkan kepemilikan. Ini hanya menunjukkan bahwa tempat ini biasa digunakan oleh kaum ini. Atau sekalipun itu menunjukkan kepemilikan mungkin ini menjadi hal yang biasa di kalangan orang-orang penduduk zaman itu dan di tempat itu. Sehingga buang air tempat yang seperti ini biasa.

Tidak ada mengingkari atau hajar bisa jadi itu bukan kebiasaan. Akan tetapi mereka tahu kalau yang melakukan Nabi صلى الله عليه وسلم tidak akan ada yang tidak rela semuanya oke-oke saja. Yang jelas ini menunjukkan bahwa kencing berdiri ini dibolehkan. Kemudian ketika memilih tempat yang tidak bisa menimbulkan najis berbalik dan jangan sampai merugikan orang lain. Sekalipun tepatnya tidak membagikan najis akan tetapi kalau tempat umum maka tidak boleh kita pernah bahas pada pertemuan sebelumnya tidak boleh seorang menjadi penyebab dilaknat orang lain. Atau hendaklah kalian meninggalkan atau hati-hati dari dua penyebab orang melaknat orang yang buang hajat di tempat lewatnya orang atau di tempat berteduh mereka. Dan ada riwayat yang menunjukkan tempat-tempat yang bisa dipakai seperti tempat pohon مُثْمِر (muthmir) pohon yang berbuah. Kemudian orang lewat di tempat umum seperti بِرْكَة (birka) apa namanya semacam air genangan air yang dipakai atau bahkan sungai yang mengalir. Tapi sungai itu biasa dipakai untuk cuci baju dan sebagainya. Maka tidak boleh seorang buang hajat di situ.

Dalam hadis ini disebutkan pula dibolehkannya seseorang mengusap alas kaki sekalipun dalam kondisi tidak safar. Dalam beberapa riwayat Muslim ditambahkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم kemudian memberikan isyarat. Bahkan dalam riwayat itu dikatakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika kencing di tempat sampah sebagian kaum, “Saya enggak dekat-dekat dalam.” Maka aku menjauh dalam beliau dikatakan, “قُمْ فَادْنُ” (kamu mendekat). فَادْنُ itu dekat. “Aku mendekat harta sampai aku berada di belakang beliau tepat berada di beliau di belakang beliau Tepat.” Kata Hafiz Ibnu Hajar, “Ini tidak menunjukkan bolehnya seseorang berbicara ketika buang hajat karena dalam riwayat dikatakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم menggunakan isyarat ketika beliau memanggil طَائِفَة (tha’ifah). Beliau tidak menggunakan mulut akan tetapi menggunakan isyarat.” Bahkan Hajar mengatakan untuk orang yang terbiasa membantu seorang alim hendaklah dia tidak nunggu diminta dulu tapi lihat kebutuhannya apa segera diberikan. “Oh ini kayaknya sang alim membutuhkan ini.” Segera dilakukan enggak usah nunggu diperintah. Bahkan ketika isyarat dia pahami langsung kerjakan seperti itu. Dan ini terjadi pada Mughirah maupun tidak berbicara. Ayah mendekati tidak tapi dengan isyarat. Kemudian beliau mengatakan ini tidak menunjukkan bolehnya berbicara juga karena ada larangannya. Larangannya Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan, “إِذَا تَغَوَّطَ الرَّجُلَانِ فَلْيَسْتَتِرْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ” (mereka tidak saling berhadapan tapi saling membelakangi). Itu kalau tempatnya terbuka hendaklah dua orang yang buang hajat itu saling membelakangi dan jangan ngobrol ya karena Allah tidak suka dengan seperti itu. Nah sekarang orang mau hadap-hadapan kalau sama-sama di dalam حَمَّام sini حَمَّام sini mungkin ada pada karena ditutup tapi tetap enggak boleh ngobrol baik. Enggak boleh hukum asalnya tidak boleh seperti itu.

Baik di sini disebutkan bahwa kejadian bersama Hudzaifah tidak menunjukkan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم berbicara akan tetapi memberikan isyarat. Bahkan ketika dipahami seolah-olah beliau tidak menutup aurat ini tidak benar karena kebiasaan Nabi صلى الله عليه وسلم apabila beliau akan buang hajat atau buang air besar beliau seperti dalam hadis beliau akan menjauh sampai enggak kelihatan. Tapi ini kok enggak kayak gitu disebut oleh Hafiz Ibnu Hajar karena buang air kecil lebih ringan dalam membuka aurat pun tidak perlu sebesar ketika akan buang air besar itu belum baunya lagi. Kata Hafiz Ibnu Hajar, “Kalau buang hajat yang sifatnya air besar maka akan menimbulkan bau sementara kencing ringan.” Kemudian dalam riwayat ini justru Nabi صلى الله عليه وسلم mengundang Hudzaifah untuk nutupi sendiri tidak menghadap Nabi صلى الله عليه وسلم. Beliau membelakangi tapi mendekat, mendekat cuma tetap dalam kondisi membelakangi dan tujuan Nabi صلى الله عليه وسلم memanggil Hudzaifah agar bisa nutupi dari arah belakang. Kalau arah depan sudah tertutup dengan tembok karena itu tempat buang sampah. Demikian ini menunjukkan bagaimana diperintahkan pula kita untuk menutup aurat. Dalam riwayat disebutkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertemu dengan kami ketika beliau di salah satu lorong kota Madinah, maka beliau pergi ke sebuah tempat buang sampahnya sebagian kaum. Kemudian beliau memanggilku dan mengatakan, “Wahai Hudzaifah, اِسْتَتِرْ لِي (tutupilah aku).” Ini menunjukkan bahwa beliau tetap menutup aurat pada saat beliau buang hajat tersebut. Ini yang dapat kita pelajari mudah-mudahan bermanfaat dan kurang lebihnya mohon maaf. صلى الله عليه وسلم.


Tanya Jawab: Hukum Fikih Kontemporer dan Motivasi Belajar

Pertanyaan:لَا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى الرَّحْمَةِ مَا لَمْ يَخْتَلِفُوا” (tidak benar ya ini tidak benar istilah رَحْمَة perbedaan pendapat di antara umatku adalah رَحْمَة karena hadis ini مَوْضُوع (maudhu’) ya palsu tidak benar). Bahkan Al-Qur’an tidak menunjukkan seperti ini. Bahkan sebaliknya [Musik] akan senantiasa berbeda pendapat kecuali yang Allah rahmati. Berarti rahmat Allah itu bersama dengan orang yang tidak berpecah. Kok malah dikatakan perbedaan pendapat umatku adalah رَحْمَة? Maka sekalipun dalam urusan fikih seorang tidak boleh mencari apa keringanan-keringanan dalam perbedaan pendapat para ulama dicari yang gampang. “Oh ini yang pendapat yang gampang ini ini gampang ini.” Diambil gampangnya semua kita khawatir masuk dalam perkataan seorang ulama, “Orang yang berusaha mencari-cari keringanan semua pendapat dia seperti زِنْدِيق (zindiq) atau orang munafik.”

Pertanyaan: Bagaimana membedakan مَدُّ الْجَائِزِ 4 atau 2 harakat dan مَدُّ الْوَاجِبِ 6 harakat?

Jawab: Kalau seandainya hamzahnya ada dalam satu kalimat maka namanya مَدُّ الْوَاجِبِ الْمُتَّصِلِ. Tapi kalau hamzahnya tidak dalam satu kalimat seperti sendiri يَا أَيُّهَا الَّذِينَ يَا أَيُّهَا boleh يَا أَيُّهَا الَّذِينَ seperti itu ya. Pembahasan hadis pertanyaannya tajwid.

Pertanyaan: Apakah beda Ibnu Jauzi dan Ibnu Qayyim?

Jawab: Beda. Imam Jauzi meninggal tahun 595 H sementara Ibnu Qayyim meninggal tahun 750 H ya. Beda antara Ibnu Qayyim dan Ibnu Jauzi. Ibnu Qayyim شَيْخُ الْإِسْلَامِ.

Pertanyaan: Kapan dikatakan menjadi saudara sepersusuan? Berapa kali susuan?

Jawab: مَا شَاءَ اللَّهُ ini dalam pembahasan hadis أَحْكَامُ الْبُسْرَى semester 5 ya. Menjadi saudara seperlukan kalau seandainya dia menyusu kepada ibu yang sama ketika dia masih kecil dan air susu itu masih bermanfaat seperti gizi utama di umur 2 tahun ke bawah. Karena air susu ibu masih bermanfaat sebagai gizi yang paling utama. Kalau sudah besar dia makan dari makanan yang lain. Kalaupun dia masih menyusu kepada ibunya setelah 3 tahun misalkan, maka air itu hanya jadi tambahan saja sementara intinya pada makanan-makanan lain itu sudah enggak berfungsi. Ini menurut pendapat yang lebih hati-hati. Kemudian berapa kalinya? 5 kali. Ini pendapat yang وَاللَّهُ أَعْلَمُ yang kuat adalah 5 kali menyusu. Dan setiap menyusu sampai kenyang. Menyusu sampai bayi itu melepaskan susunya sendiri bukan karena dilepas oleh ibunya karena keburu mau benerin kompor ada tamu atau apapun tidak. Tapi memang betul-betul bayi itu sudah kenyang dilepas ini satu. Kemudian yang nyusu ketika dia lapar kayak gitu lagi sampai kenyang sampai 5 kali. Sudah seperti itu.

Pertanyaan: Kanan dulu kemudian kiri atau boleh kita mengusapnya secara bersamaan?

Jawab: Kedua tanganmu bisa kanan dulu bisa bersama bisa bersamaan bisa berupa.

Pertanyaan: Berapa jarak atau batasan bolehnya menjamak salat?

Jawab: Jamak tidak harus terbatas pada safar akan tetapi ketika kita mukim pun boleh di antaranya karena hujan, karena takut, karena sakit dan sebagainya. Akan tetapi kalau yang berkaitan dengan safar adalah قَصْر (qasar) meringkas empat menjadi dua. Nah ini sebagian ulama memberikan batasan 80 kilo sekitar 80 kilo dalam mazhab.

Pertanyaan: Apa syaratnya dalam menjamak salat ketika hujan itu deras dan bisa membuat baju kita basah dan kita sulit untuk datang?

Jawab: Sebagian ulama dalam mazhab Hanabilah seingat saya mengatakan apabila hujan itu menyebabkan وَحَلَ (wahal) atau berlumpur sehingga kita tidak bisa datang lagi ke masjid atau susah kita datang ke masjid. Tapi pendapat yang lain mengatakan ketika hujan turun dan sekadar bisa membuat baju basah itu sudah menjadi alasan dibolehkannya seorang menjamak salat. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Pertanyaan: Bagaimana cara kita bisa istiqamah salat tahajud? Soalnya saya kesusahan meskipun ada alarm tetap.

Jawab: Kalau seandainya Anda tidak bisa bangun untuk salat malam di akhir waktu maka salat witirnya sebelum tidur. Ini di antara solusi. Yang kedua, tidurnya di awal waktu jangan begadang. Dan ini Nabi صلى الله عليه وسلم suka kerjakan. Beliau dalam salah satu hadis yang صحيح البخاري dan Muslim tidak suka ngobrol sebelum Isya dan tidak. عَفْوًا (afwan) tidak suka tidur sebelum salat Isya dan tidak suka ngobrol setelah salat Isya. Akan tetapi ketika ngobrol itu dibutuhkan karena kepentingan masalah kaum muslimin atau belajar atau menerima tamu atau apa bersenda gurau dengan keluarga tidak tidak masalah. Tetapi Rasul صلى الله عليه وسلم lebih suka cepat tidurnya pada waktu yang biasa sehingga diharapkan cepat tidur cepat bangun. Dan cepat tidur lambat bangun sama aja ya. Ini di antara caranya. Kemudian ini masalah teknis saja. Anda misalkan alarm tidak mempan. Anda pesankan kawan. Ini yang dinasihat oleh Fauzan pun para ulama mengatakan kalau memang kita kesulitan untuk tidur untuk bangun tidur pesankan saja kepada orang-orang sekitar, “Tolong bangunin Anda nanti, tolong bangunin Anda.” Kalau enggak bisa lagi Anda bawa air ya. Air jadi Anda apa namanya bangun karena alarm biasanya kan tangannya refleks matikan itu. Daripada matikan alarm, terpaksa untuk bangun. Dan Anda berdoa kepada Allah, Anda berdoa kepada Allah إِنْ شَاءَ اللَّهُ Allah akan bantu.

Pertanyaan: Apakah boleh membaca kitab tanpa bantuan guru atau Ustaz?

Jawab: Ini disebut oleh para ulama. Orang yang hanya untuk tidak membaca saja nanti banyak salah dalam memahami sehingga hukum asalnya belajar itu misalnya belajar itu تَلَقِّي (talaqqi) dari guru. Kalau seandainya dia ingin kembangkan dia baca tidak mengapa. Akan tetapi ketika ada kesulitan dalam memahami dia tanyakan. Atau Anda cukupkan belajar kitab dan dibacakan dibahas oleh اَلْأَسَاتِذَة (al-asātidzah) saja tidak. Silakan Anda membaca tidak ada masalah. Ketika Anda tidak paham Anda bisa tanyakan seperti itu.

Pertanyaan: Jika kita sering menukil perkataan para ulama apa bisa dikatakan تَقْلِيد (taqlid)? Bagaimana menghindari تَقْلِيد buta yang tidak boleh itu?

Jawab: تَقْلِيد buta atau fanatik. Kalau تَقْلِيد tidak apa-apa. Tahu dalilnya tidak ada masalah. Dan مُقَلِّد (muqallid) itu adalah lawan dari مُجْتَهِد (mujtahid). Kalau kita enggak مُجْتَهِد tidak ada masalah. Mereka tidak mampu untuk اِجْتِهَاد atau tidak mampu memahami dalil saja. Sudah itu lebih aman untuk mereka karena kebanyakan anak-anak muda yang baru ngaji semangat sekali, “Enggak, saya tidak suka dengan mazhab ini. Saya pengen mazhabnya Nabi صلى الله عليه وسلم.” Akhirnya dia belajar hadis dan dia tanpa pahami sendiri repot sekali. Sehingga terkadang dia menganggap remeh pendapat para ulama. Ini yang bahaya sekali. Maka kita rata-rata kebanyakan kita akan tetapi beda dengan orang yang fanatik buta tidak mau meninggalkan sebuah pendapat sekalipun ada dalil lain yang lebih kuat. Ini beda.

Pertanyaan: Baik saya memilih sering melihat mahasiswa mengucap salam secara bersamaan dan keduanya tidak ada yang menjawabnya. Apakah sudah gugur kewajiban menjawab salam?

Jawab: Tidak, dua-duanya jawab aja ya. Dua-duanya dijawab ya. Kalau Anda sama-sama mengucapkan salam اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ. Ini berarti ada atau fenomena yang bagus dalam menerapkan sunah. Tapi jawab aja.

Pertanyaan: عَفْوًا Ustaz, saya mau bertanya kenapa di Kitab بُلُوغُ الْمَرَامِ terdapat banyak sekali yang disahihkan Ibnu Khuzaimah? Siapakah beliau?

Jawab: Meninggal tahun 321 Hijriah dan beliau memang ahli dalam ilmu hadis. Bukan hanya main-main beliau kok banyak sekali penduduk yang jelas mereka punya alasan sekalipun Terkadang ada kesalahan. Beliau juga dikenal sebagai orang yang agak dalam صحيح-kan tapi tingkatannya Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban ternyata hadis itu belum tentu صحيح. Bagaimana tapi jangan dianggap kita Siapa suruh ngapalin hadis جَارِيَة (jariyah) itu hadis yang ضَعِيف (dha’if). Hadis Apa. [Musik] itu para ulama kalaupun seandainya hadis itu seandainya hadis itu ضَعِيف tapi Al-Qur’an sudah tegas sama.

Pertanyaan: Apakah kalian merasa aman dari yang di langit?

Jawab: Tidak ada yang mengatakan, “Oh yang malaikat-malaikat,” tapi yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah kata-kata yang baik itu akan dilaporkan naik ke atas, naik ke atas. Berdoa itu begini kalau di mana-mana.

Pertanyaan: Bagaimana menjawab شُبْهَة kalau seandainya ada beberapa orang yang memiliki شُبْهَة dan Anda belum siap untuk menghadapi شُبْهَة tersebut maka Anda tidak usah berhadapan.

Jawab: Anda tinggalkan ya. Jangan memposisikan seperti شَيْخُ الْإِسْلَامِ ya. Khawatirnya kita terkena شُبْهَة itu. Jadi ketika ada شُبْهَة Anda hindari saja, hindari. Kemudian bagaimana cara menghadapi? Cara menghadapinya dengan belajar. Para ulama mengatakan شَهَوَات dihantam dengan amal saleh. Ketika ada شَهَوَات ajakan-ajakan seperti itu Anda melawan dengan banyak beramal dengan puasa, dengan baca Al-Qur’an, istighfar, zikir dan sebagainya. Ketika ada شُبْهَة Anda melawan dengan ilmu. Tidak ada cara lain untuk mengalahkan شُبْهَة dari ilmu.

Pertanyaan: Baik ada air yang rasanya kayak besi. Bolehkah itu masih suci?

Jawab: Tidak ada masalah. Air yang kerasa besi karena lewat paralon atau lewat apa itu tower di atas kemudian rasanya kayak besi إِنْ شَاءَ اللَّهُ tetap suci dan bisa digunakan untuk wudu dan sebagainya.

Pertanyaan: Dan bertanya kita mengetahui tentang pengertian dari Hadis Qudsi. Apakah itu lafaznya dari Allah kemudian maknanya dari Allah tapi lafaznya dari Nabi صلى الله عليه وسلم?

Jawab: Kalau yang seperti itu tidak harus Hadis Qudsi. Hadis yang biasa saja bukan Hadis Qudsi juga demikian karena maknanya dari Allah mana. Akan tetapi yang lebih penting dari itu kita tidak perlu merepotkan. Apa definisi tapi kita beramal saja diamalkan isinya itu. اللَّهُ أَكْبَرُ.

Pertanyaan: Jika yang dimaksud خُفّ ialah yang menutup mata kaki berarti sepatu yang kita pakai pada zaman sekarang pada umumnya wajib dicopot? Apa boleh kita mengusapnya?

Jawab: Kita katakan tadi yang pertama adalah menutup. Yang kedua seandainya kita lepas maka kita akan terjerumus dalam perbedaan ulama tadi ya kan. Para ulama mengatakan kalau Anda usap di alas kaki Anda kemudian Anda lepas maka Anda perlu wudu secara sempurna daripada Anda berkonsekuensi itu. Anda usapnya di kaos kaki, di kaos kaki bukan di sepatunya seperti itu. Kemudian kalau kaos kaki Anda tidak lebih tinggi dari suatu Anda ada apa namanya Kaos kaki yang imut-imut itu dia hanya kecil gitu saja. Saya enggak mengerti manfaatnya apa. Tapi yang jelas itu anak muda banyak yang pakai kayak gitu karena belum pernah lihat ada orang tua pakai kayak gitu. Maksudnya kalau kaos kakinya seperti itu tidak bisa dipakai untuk sehingga kalau bisa apa tidak kita usap di sepatu yang pendek? Enggak bisa, enggak bisa. وَاللَّهُ أَعْلَمُ bisa. Tapi kalau sepatunya gede seperti sepatunya tentara bisa. Dia akan bertugas dia wudu kemudian masalah اَلْخُفَّيْنِ. Kemudian beliau dia salat misalkan di jalan raya sambil dijaga dia salat bagus sekali itu ringkas tentang sirah para sahabat. Selain سِيَرُ أَعْلَامِ النُّبَلَاءِ tetap saja ada sanadnya tapi tidak ringkas. Itu ada berapa jilid cuma belum ingat beberapa buku yang disarankan untuk membaca biografi para sahabat. Tapi kalau seandainya Anda baca syarah-syarah hadisnya para ulama, Anda akan dapatkan mereka menyebutkan tentang biografi itu secara singkat.

Pertanyaan: Foto menggunakan kamera termasuk menggambar makhluk bernyawa yang dilarang oleh dalil karena ada perbedaan pendapat di dalam para ulama. Saya menjadi bingung. Apakah ini terlarang atau tidak sehingga ketika diajak foto saya merasa ada yang mengganjal di hati saya?

Jawab: Jadi foto ketika dilakukan dengan alat ini ada dua pendapat di antara para ulama مُعَاصِرِينَ (mu’asirin). Para ulama kontemporer belum ada maka ini masuk dalam pembahasan النَّوَازِل (an-nawazil) atau yang kontemporer yang terjadi di zaman sekarang. Nah sebagian ulama menyatakan bahwa ini masuk dalam kategori gambar, kategori bergambar sehingga tetap dilarang. Contohnya seperti الْقَوْلُ الْجَزْمُ karena beliau alasannya kita tidak menggambar kita cuma jepret saja. Bayangan ditangkap sama alat itu. Tetapi jawaban dari pendapat yang pertama, “Iya tidak mau disalahkan.” “Saya cuma jepret kok yang bikin juga sebagainya.” Tapi yang jelas pendapat yang hati-hati seorang tidak termudah dengan itu kecuali yang memang darurat dan dibutuhkan. Darurat seperti kita mau tidak mau harus menggunakan itu seperti orang mau operasi. Kemudian ketika ada orang yang harus membuat kartu tanda pengenal, paspor, KTP, SIM dan sebagainya termasuk ijazah dan sebagainya. Kemudian kebutuhan ketika harus dilaporkan kejadian apa atau ada laporan keuangan dan sebagainya seperti itu. Tapi kebanyakan orang kan karena ingin selfie aja itu ya. Sudah biasa di pengajian disebutkan begini, “Enggak usah selfie enggak ada manfaatnya.” Begitu anak-anak pada saat kajian dan biarkan bermain sehingga mengganggu jam yang lainnya. Kalau seandainya kita bisa mengarahkan anak tidak apa-apa, tidak apa-apa. Sebagian ulama membawa anaknya di pengajian seperti Abu Dawud anaknya dibawa pernah bukan selalu tapi pernah beliau membawa anaknya di pengajian. Sampai gurunya ngamuk-ngamuk ini kenapa anak kecil di bawah. Kata kan Anda larang dia karena dia kecil. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan beliau sampai anaknya ini dipasangin jenggot palsu gitu karena pengen anaknya mendengar dari ahli hadis tapi ketahuan oleh gurunya. Gurunya ngamuk kemudian kata beliau, “Anda melarang anak saya untuk hadir karena usianya saja tapi Biarkan saja dia. Anda akan cek dia. Apakah dia berhak untuk mendengar atau tidak?” Dan maknanya cerdas. Artinya kalau seandainya anak itu sudah mulai bisa diarahkan kemudian dipahamkan tidak mengapa di bawah. Tapi kalau tidak ada kita berusaha untuk bijaksana seperti itu. Jadi mungkin dari sebelum berangkat diingatkan nanti di sana jangan apa namanya jangan rame, terganggu dan sebagainya.

Pertanyaan: Apa maksud dari mengusap خُفّ harus dalam keadaan suci sebelumnya?

Jawab: Tadi kita bahas ya. Adalah seorang sudah wudu terlebih dahulu, suci dari hadas kecil atau besar. Kecil dari kecil. Kalau besar seperti junub atau haid seorang harus dilepas itu alas kakinya ketika akan mandi, mandi besar.

Pertanyaan: Apakah yang dimaksud suci sebelumnya adalah tidak batal dari wudu sebelumnya?

Jawab: Iya kalau memang tadinya sudah wudu kemudian belum batal dia mau pakai alas kaki silakan.

Pertanyaan: Apa status uang hasil kembalian transaksi haram?

Jawab: Seorang membawa uang 100.000 lalu membeli khamar saja. Karena enggak tahu ini pertanyaan. Jadi ada yang benar apa enggak. Harusnya enggak usah beli.

Pertanyaan: Saya merasa was-was yang berlebihan Apakah ini baik atau tidak?

Jawab: Tidak baik. Semisalnya merasa bersalah ketika satu tetes air mengenai orang lain atau merasa bersalah ketika melakukan kesalahan yang sangat kecil yang berhubungan dengan hak orang lain. Seandainya kalau seandainya itu semua muaranya dari was-was, hilangkan itu. Bisa jadi bisikan setan. Itu bisa jadi bisikan setan ya. Kita berusaha untuk tidak menzalimi orang akan tetapi kalau apa namanya penyebabnya adalah was-was tinggalkan ya. Biarkan enggak usah dipikirkan itu sehingga Anda kesulitan dalam belajar.

Pertanyaan: Saya ingin bertanya apakah bedanya kesepakatan jumhur dan إِجْمَاع? Apakah kesepakatan jumhur bisa dijadikan dalil juga jika ia berbeda dengan إِجْمَاع?

Jawab: Anda tanyakan lebih jelas atau Anda tanya beliau.

Pertanyaan: Ketika beliau ada yang berkaitan dengan memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis, mengelola agar tidak dibiarkan sampai melipat 40 hari. Apakah boleh cukur motong cabut tiap pekan?

Jawab: Boleh saja berkaitan dengan bulu ketiak. Apakah boleh dicukur Ustaz? Apakah tidak melanggar sunah karena jika dicabut agak sakit? Ini sunah. Dan kalau seandainya dia ingin menjadikan kebiasaannya setiap pekan tidak apa-apa. Tapi tidak diyakini kalau itu sunah. Dia mengatakan, “Pokoknya saya setiap pekan harus mencukur semua rambut-rambut dan bulu-bulu itu.” Dia pengen menekankan sendiri tidak masalah. Tapi jangan diyakini bahwa mencukur setiap pekan adalah sunah. Tapi secara umum mencukur itu adalah sunah. Kemudian kalau mencukur bagaimana? Para ulama mengatakan, “Kenapa kok kita diperintahkan dalam bulu ketiak untuk artinya mencabut?” Karena ketika bulu itu dicabut tidak tumbuh lagi. Tapi kalau dia cukup tambah kayak hutan dia jadi susah lagi. Anda kelihatan kayak ingin bertanya.

Pertanyaan: Apakah bahasan ini Boleh bagi mahasiswa di gedung baru ketika mau sholat dhuhur di sana enggak lepas kaos kaki dan baso kaos kaki saja?

Jawab: Boleh di mana-mana boleh di sini boleh di sini boleh di gedung baru gedung lama semuanya boleh. Tapi ya tahu diri aja kalau seandainya baunya menyakiti kaum muslimin jangan ambil risiko. Masuk selamat keluar harus selamat.

Pertanyaan: Yang lebih أَفْضَلُ melaksanakan umrah setiap bulan Ramadhan setiap tahunnya atau menabung uang umrah tersebut untuk berhaji dan dengan Haji eksekutif terus dikarenakan Haji jalur biasa nunggu sampai 20 tahun memungkinkan dan haji wajib?

Jawab: Kalau seandainya Anda bisa umrah segera sekarang. Tapi kalau mengulang-ulang umrah tidak tidak wajib ya tidak wajib. Kalau Anda sudah selesai melaksanakan umrah pertama sudah Anda apa tidak.

Pertanyaan: Bagaimana peran hadis atau cara menggunakan hadis dalam mengedukasi umat dari akidah yang menyimpang?

Jawab: Dipelajari dengan pemahaman para ulama, dipelajari dengan pemahaman para ulama. Kemudian kita ingin terapkan di tengah masyarakat sebagai sebuah keteladanan. Keteladanan yang disepakati dan kaum muslimin tahu secara umum itu kita bagus untuk terapkan. Contohnya apa? Senyum ketika bertemu, mengucapkan salam. Kemudian menggunakan pakaian yang rapi. Kemudian ketika azan segera menunaikan salat dan sebagainya. Itu semua dalam usaha untuk mendekatkan hadis kepada masyarakat. Apalagi ketika mereka sudah mulai tertarik untuk bertanya ini bagus sekali.

Pertanyaan: Ketika mandi wajib apakah dubur harus terkena air?

Jawab: وَاللَّهُ أَعْلَمُ tidak. Akan tetapi dalam riwayat disebutkan Rasul صلى الله عليه وسلم ketika apa namanya akan buang atau akan mandi janabah beliau mencuci dulu bagian yang ada cairan itu kemudian setelah itu beliau berwudu setelah itu beliau memulai dari kanan kiri kemudian baru semuanya seperti itu.

Pertanyaan: Apakah memaksa apa ini memakai baju yang ringkas khusus bagi laki-laki atau juga untuk wanita?

Jawab: Menutup aurat dan tidak menampakkan. Dan laki dan perempuan tidak bisa disamakan. Pakaian dipakai laki-laki kalau dipakai perempuan kebanyakan akan menunjukkan auratnya. Maka tidak boleh disamakan seperti itu. Jadi kalau perempuan tetap mereka diwajibkan untuk menutup aurat mereka sekalipun pakaian mereka lebih besar dari pakaian laki-laki.

Pertanyaan: Apakah mau bertakwa mau bertanya Apakah yang dimaksud dengan ilmu riwayat dan ilmu riwayat?

Jawab: Sebagian ulama mengatakan bahwa itu pembahasan tentang ilmu sanad dan ilmu مُصْطَلَح. Gampangnya seperti itu. Ada yang mengatakan itu berkaitan dengan fiqihnya termasuk dan sebagainya. Tapi intinya itu semua dalam masalah riwayat maupun semua ilmu yang berkaitan dengan مُصْطَلَح ilmu alat-alatnya hampir sama seperti itu.

Pertanyaan: Ada sebagian manusia yang berdalil dengan hadis yang mana Rasul dahulu menancapkan dua pelepah kurma dengan harapan beliau bisa mengurangi adab kubur mereka terdalil bahwasanya hadis ini menunjukkan bolehnya kita menabur bunga di atas kuburan. Bagaimana?

Jawab: Kita sudah sampaikan kemarin bahwa ini tidak benar tidak benar karena Nabi صلى الله عليه وسلم ketika beliau menancapkan itu karena beliau tahu ini sedang dihukum pribadi.

Pertanyaan: Ketika Anda bertobat نَصُوحَة (nasuha) tapi saya masih merasakan gundah gulana. Apakah ini was-was?

Jawab: Mungkin bisa jadi was-was. Anda banyak baca Al-Qur’an hanya berdoa kepada Allah. Anda melaksanakan salat malam banyak zikir. Semoga Allah عَزَّ وَجَلَّ dari jalan keluar.

Pertanyaan: Terakhir, apa saja makanan yang dapat membantu menguatkan hafalan dan makanan apa saja yang dapat melemahkan hafalan?

Jawab: Ini ada beberapa pendapat yang disebut para ulama seperti ada saya dulu waktu masih SMA disebutkan ada لُوبَان (luban) itu semacam apa namanya [Musik] makanan yang dia bukan makanan dia semacam tumbuhan apa gitu dicampur dengan air rasanya jadi pahit dan sebagainya ya. Itu katanya bisa menguatkan hafalan. Kemudian ada. Tapi ini semua tidak ada dalilnya. Ini hanya disebutkan oleh para ulama sebagai pengalaman saja. Tapi yang jelas Anda mau minum susu makan daging sayuran apa segala macam. Kalau enggak mau ngapain Nggak akan tiba-tiba hafal. Maka إِنَّ الْعِلْمَ لَا يُنَالُ بِالتَّمَنِّي (ilmulah dunia) begitu enggak bisa. Anda harus hafalkan ya. Itu lebih penting daripada Anda makan apa. Tapi bagaimana cara hafalnya itu lebih penting Anda pikirkan. Kalau seandainya Allah kasih kemudahan untuk menambah gizi dan sebagainya اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ ya. Tapi kalau seandainya tidak, maka yang paling penting bukan makanannya akan tetapi kebiasaannya. Dan memang hafalan seperti lambung kasih makan banyak dia akan kebiasaan. Otak juga demikian dikasih hafalan banyak nanti akan terbiasa dengan seperti itu. Kemampuan orang yang punya hafal 5 juz dia tidak sama dengan orang yang punya hafalan 20 juz karena pengalamannya berbeda kemampuannya juga berbeda sebagaimana tugasnya juga berbeda. Mudah-mudahan bermanfaat kurang lebihnya mohon maaf.